Griffin Rudal Ringan Multiplatform yang Sudah Terbukti

Griffin Rudal Ringan Multiplatform
Griffin Rudal Ringan Multiplatform 

Griffin merupakan rudal ringan (lightweight). Bahkan di luar MANPADS (man-portable air defense system), rudal racikan Raytheon ini disebut-sebut sebagai rudal teringan di dunia.
Bobotnya hanya sekitar 20 kg, jauh lebih ringan ketimbang AGM-114 Hellfire yang berbobot luncur sekitar 40-an kg (tergantung varian) dan dicap sebagai salah satu rudal udara ke permukaan terbaik di kelasnya.
Rudal ini merupakan rudal antipermukaan (untuk target permukaan) yang dapat diluncurkan dari beberapa jenis platform tanpa mengubah airframe maupun pemanduan rudalnya. Griffin bisa diluncurkan dari udara, (platform luncur pesawat) maupun permukaan (platform luncur ranpur maupun kapal perang permukaan).
Griffin sendiri dikategorikan sebagai munisi ringan berpemandu dengan efek kerusakan kolateral rendah (lightweight precision guided munition with low-collateral damage).
Griffin memang diciptakan untuk memenuhi spek khusus bagi senjata yang ringan, kompak namun tetap mematikan guna mendukung misi-misi pasukan khusus. Disebut munisi dalam terminologi angkatan bersenjata AS lantaran ada variannya yang tidak dilengkapi pendorong (roket).
Bisa dibilang, Griffin merupakan pertaruhan bagi Raytheon pembuatnya. Pasalnya, biaya pengembangan Griffin berasal dari kocek pabrikan sendiri, bukan kucuran dana pemerintah AS.
Griffin didesain dengan mindset biaya serendah mungkin, yang ditempuh dengan memakai beberapa sub sistem dan komponen yang sudah teruji dan terpakai pada sistem senjata lain. Hal ini dilatarbelakangi kebutuhan yang tidak terlalu banyak (kuantitasnya) guna memenuhi permintaan US Special Operations Command.
Itulah sebabnya Griffin varian awal cukup “nyeleneh” jika menilik tata cara penembakannya, yaitu ditembakkan ke arah belakang pesawat, persisnya dari peluncur khusus yang diletakkan di dekat pintu rampa (ramp door) pesawat MC-130W Dragon Spear, varian Hercules untuk mendukung misi pasukan khusus AS.
Varian yang dilabeli Griffin-A ini tidak dilengkapi motor roket pendorong, di mana hanya difungsikan mirip bom jatuh bebas namun dilengkapi pemandu.
Bodi rudalnya sendiri dicomot dari basis rudal anti armor panggul FGM-148 Javelin yang juga merupakan lansiran Raytheon. Beberapa komponen lain juga dicomot dari rudal karya Raytheon juga, yaitu AIM-9X Sidewinder. Dengan cara ini, beberapa uji dasar bisa dilewati, dan dengan cepat Griffin bisa masuk ke fase uji lapangan (field trial).
Dalam perkembangannya, Griffin dikembangkan lebih jauh sehingga dapat pula diluncurkan dari platform luncur darat. Meski demikian, yang dimanfaatkan lebih lanjut dan sudah dioperasionalkan hingga saat ini tetaplah kemampuan luncur dari platform udara.
Yang paling kentara adalah kapabilitas untuk diluncurkan dari pesawat tak berawak (UAV) bersenjata macam MQ-1 Predator atau MQ-9 Reaper yang dipakai AU AS dan CIA. Griffin juga kemudian diluncurkan dari MQ-8B Fire Scout yang dipakai AL AS.
Griffin tetap mempertahankan sistem peluncuran seperti Javelin, yaitu dari peluncur tabung (tube launcher), sehingga mekanisme sirip rudal yang terlipat (sebelum diluncurkan) dan membuka segera setelah peluncuran tetap dipertahankan.
Griffin yang dilengkapi motor roket pendorong dinamakan Griffin-B. Varian inilah yang diluncurkan dari berbagai platform yang telah disebutkan di atas. Tahun 2012 lalu varian ini sukses dalam uji coba menghajar target kecil dalam keadaan bergerak cepat (fast-moving target), yaitu sebuah perahu motor kecil.
Hulu ledak Griffin yang ”hanya” seberat 6 kg memang tidak berkemampuan dahsyat, namun justru di sinilah letak keunggulannya. Meski dengan daya ledak terbatas, namun daya rusaknya masih cukup untuk melumpuhkan ranpur atau menjagal konsentrasi pasukan lawan, dengan mengurangi dampak kerusakan sampingan di area sekitarnya.
Bandingkan dengan hulu ledak Hellfire atau bahkan Maverick yang sudah tentu berdampak lebih luas (dari segi area atau radius ledakan).
Versi maritimnya, atau yang dinamakan Sea Griffin mulai digunakan AL AS pada tahun 2014. Varian inilah yang airframe-nya sudah berbeda signifikan, lantaran tuntutan jangkauan yang lebih jauh ketimbang varian sebelumnya.
Yang menarik disimak, Griffin-B ternyata juga sudah disertifikasi dan dinyatakan cleared untuk diluncurkan dari pesawat tempur serang darat EMB-314 Super Tucano yang juga dimiliki Indonesia. Akankah negeri kita ini juga melirik Griffin sebagai salah satu senjata Super Tucano? Mudah-mudahan saja suatu ketika hal itu terwujud. Antonius KK
Sumber : http://angkasa.co.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandur II 8×8 FSV, Tawarkan Fire Power Maksimal untuk Kavaleri TNI AD

Uzi SMG, Jejak Sejarah Submachine Gun di Indonesia

Kementerian Pertahanan RI Jadi Pengguna Pertama Skeldar V-200